Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (
tambahan). Dalam pengertian lain, secara bahasa riba juga berarti tumbuh dan
membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam
menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun
pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam
Islam.
Kelebihan atau tambahan ini konteksnya
umum, yaitu semua tambahan terhadap pokok utang dan harta. Untuk membedakan riba
dengan tambahan keuntungan dari jual beli, pokok utang dan harta (ra’sul mal)
ini sendiri lantas dibagi menjadi dua yaitu: ribhun (laba) dan riba.
Ribhun (laba) didapatkan dari
muamalah jual beli yang hukumnya halal. Sedangkan riba adalah hasil dari adanya
syarat tambahan pada kegiatan utang piutang barang (kredit) yang waktu akhir
pelunasannya tidak tentu.
Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua
macam yaitu riba akibat hutang piutang yang telah dijelaskan tentang
keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual beli yang juga telah dijelaskan
boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.
A. Riba
akibat hutang-piutang disebut Riba Qard , yaitu suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid), dan
Riba Jahiliyah, yaitu hutang yang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam
tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
B.
Riba
akibat jual-beli disebut Riba Fadl, yaitu pertukaran antar barang sejenis
dengan kadar atau
takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi.
C.
Dan
Riba Nasi'ah, yaitu penangguhan atas penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang
diperlukan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul dan terjadi
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat
ini dan yang diserahkan kemudian.
Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, riba
telah dikenal pada saat turunnya ayat-ayat yang menyatakan larangan
terhadap transaksi yang mengandung riba sesuai dengan masa dan periode turunnya
ayat tersebut sampai ada ayat yang melarang dengan tegas tentang riba. Kegiatan
transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan transaksi yang secara tegas diharamkan bahkan
pengharamannya telah menjadi larangan dalam ajaran Islam.
Riba merupakan transaksi yang
mengandung unsur eksploitasi terhadap para peminjam (debitor) bahkan merusak
akhlak dan moralitas manusia. Pengharaman ini tidak hanya berlaku padaagama
Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi juga melarangnya bahkan mengutuk
pelaku riba. Sedikit atau banyaknya riba, memang masih menjadi perdebatan, hal
ini dikerenakan bahwa riba Jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya riba adalah
yang berlipat ganda (ad'afan mudha'afah).
Landasan dari riba dalam Al-Qur'an Surat
Al-Imran ayat 130:
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapatkan keberuntungan"
Sudah jelas diketahui bahwa Islam
melarang riba dan memasukkannya dalam dosa besar. Tetapi Allah SWT dalam
mengharamkan riba menempuh metode secara gredual (step by step). Metode ini
ditempuh agar tidak mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan perbuatan
riba dengan maksud membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk mengalihkan
kebiasaan mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat dalam kehidupan
perekonomian jahiliyah.







0 komentar:
Posting Komentar